Kamis, 10 Desember 2009

Belajar dari masa kecil Michael Jackson


Masa Kecil yang Hilang

Niente Senza Gioia (Tiada Hari Tanpa Kegembiraan) demikianlah motto sebuah sekolah usia dini Reggio Emilia, Italia, yang kini metodanya banyak diadopsi ke berbagai benua. Semua bagian di sekolah ini sangat menjaga agar anak merasakan kebahagiaan dan senang bersekolah sejak hari pertama. Pendiri sekolah ini, Loris Malaguzzi, mengatakan "Saya percaya bahwa anak-anak mengharapkan dari orang dewasa kemampuan untuk menciptakan kegembiraan.”

Mengapa masa kecil anak harus bahagia? Kita bisa bercermin dari kehidupan artis Michael Jackson yang kematiannya ditangisi jutaan penggemarnya. Michael Jackson adalah contoh nyata orang yang masa kecilnya tidak bahagia. Semua masalah yang dihadapi di usia dewasanya bermula dari ketidakbahagiaannya di masa kecil. Tak hanya saat berlatih sang ayah menampar dan mencambuknya, namun juga saat akan naik panggung. Barangkali sang ayah menganggap bahwa apa yang ia lakukan semata-mata untuk kesuksesan anak-anaknya. Namun yang terjadi adalah luka batin yang tak tersembuhkan.

Agar tidak pernah lupa menutup jendela kamar sebelum tidur, Joseph Jackson –sang ayah- menggunakan topeng monster, masuk ke kamar saat mereka tertidur lalu berteriak sekencang-kencangnya. Hal inilah yang membuat Michael mengalami trauma dan membuatnya selalu merasa tidak aman dan ketakutan bahkan ketika berada di kamarnya sendiri. Karena itu setelah popular, Michael membayar 40 pengawal untuk melindungi dirinya yang selalu merasa tidak aman.

Kekerasan verbal baik hinaan maupun kata-kata yang mengancam tak kalah menimbulkan luka mental. Sebutan big nose (hidung besar) membuatnya di kemudian hari sering mengubah penampilan melalui operasi plastic hingga berkali-kali.

Sejak usia lima tahun, waktu Michael Jackson habis untuk berlatih dan tampil di berbagai pertunjukkan. Hal ini membuatnya benar-benar kehilangan keindahan masa kecilnya. “Saya suka dengan pertunjukkan, tapi ada saatnya saya hanya ingin bermain.” Demikian pengakuan Jacko sapaan akrab Michael Jackson dalam wawancaranya dengan Oprah Winfrey. “Saya tidak pernah punya masa kecil yang normal.”

Karena itu, saat dewasa, ia mencoba menciptakan apapun yang tak pernah didapatnya di masa kecil. Ia membangun istana di Ranch Neverland, suatu tempat impian yang umumnya ada dalam benak anak-anak. 'Negeri' impian Michael Jackson itu menyediakan kebun binatang, roller coaster, komedi putar, bianglala, kereta api, dll.

Kesuksesan yang dapatkan di dunia musik membuat ia bisa melakukan apa saja baik dengan membangun Neverland maupun untuk gonta-ganti wajah. Namun semua itu tak pernah dapat mengganti kebahagiaan masa kecilnya yang terenggut. Michael tetap merasa kosong dan tidak bahagia. Ia kemudian muncul menjadi sosok yang kepribadiannya sering dianggap aneh, menyimpang, dan menimbulkan kontroversi.

Kebencian akan perlakuan ayahnya yang merampas kebahagiaan masa kecinya tak bisa ditutupi. Dalam surat wasiatnya ia sama sekali tidak mencantumkan nama ayahnya sebagai penerima warisan. Ironisnya, Bubbles, simpanse kesayangannya, justru mendapatkan sebagaian warisannya untuk memastikan sang simpanse hidupnya terjamin.

Kebahagiaan masa kecil…tampaknya sepele, namun sungguh sangat penting. Rasulullah, dikenal sebagai sosok yang sangat mengutamakan kebahagiaan anak-anak. Tindakannya memperlama sujud untuk memberi kesempatan cucu-cucunya bermain di atas punggungnya, adalah contoh kecil bagaimana membuat anak-anak senang, bahkan saat melakukan ibadah.

Melalui kegembiraan anak-anak membangun masa depannya. Sebaliknya tanpa hal itu, seseorang menjadi limbung dan jatuh. Sudahkah kita mengisi hari putra-putri kita dengan kegembiraan?
(Ida S. Widayanti/dimuat di majalah Hidayatullah edisi Agustus 2009)

Tidak ada komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...