Rabu, 23 Maret 2011

Aku Ingin Menjadi Pendampingmu (Part 1)




Sita terdiam. Seakan tak percaya bahwa dua garis merah itu akan muncul dilembaran test pack yang dipegangnya.

"Aku hamil..." lirih sita yang hampir tak terdengar

Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan. Apakah Todi mau mempertanggung jawabkan perbuatannya ini. Bagaimana pula aku harus memberitahukan orangtuaku. Berikan aku petunjuk-Mu Ya Tuhan.

Pagi itu begitu suram bagi sita. Tak bersemangat rasanya berangkat ke kampus hari itu. Kalau bisa ia ingin pergi saja yang jauh, jauh dari pandangan semua orang yang mungkin akan mencemoohnya kelak.


****


"Pagi... koq lesu banget keliatannya non?" sapa seseorang dari belakangnya.

Tak perlu menoleh ia sudah tau bahwa itu suara Fikri, kakak kelasnya di kampus ini. Fikri yang satu angkatan dengan Todi. Sita hanya menjawab sapaan Fikri dengan senyum kecut tanpa ada suara sama sekali.

"Koq diam sih? Lagi sakit gigi yah? Atau sariawan?" tanya Fikri penasaran sapaannya tak dijawab oleh Sita sambil berusaha menjajari langkah Sita.

"Ngga koq, cuma lagi males aja" jawab Sita sekenanya.

"Lagi ribut sama Todi ya? Hayo ngaku deh... ga usah bohong..." goda Fikri lagi. keliatannya dia masih penasaran dengan sikap Sita yang beda dari biasanya.

"Ngga" jawab Sita pendek.

"Aku masuk kelas dulu ya.." tukas Sita sambil berlari meninggalkan Fikri yang terbengong.


****


"Ahh... ketemu juga akhirnya... Gue pikir lo belom datang Tod" sapa Fikri sambil menepuk bahu sahabatnya itu dikantin.

"Emang napa lo cari gue?" jawab Todi sambil menyuapkan ketoprak ke mulutnya.

"Gue tadi ketemu Sita, tapi sikapnya aneh deh. Gue sapa eh dia malah pergi gitu aja. Lo lagi ribut ya sama dia?" tanya Fikri.

"Ngga. Kata siapa gue lagi ribut sama Sita. Lagi ada masalah pribadi aja kali dia" jawab Todi sekenanya.

"Lo ga mau tau Sita kenapa? Ingat lo dah janji sama gue kalo ga akan nyakitin Sita. Ga akan nyia-nyiain Sita. Itu dulu perjanjian kita saat lo yang berhasil dapatin hatinya Sita. Sampe akhirnya gue relain Sita" tukas Fikri.

"Iya gue tau. Gue juga tau karna lo kecewa Sita ga pilih lo akhirnya lo lari ke Rohis kan. Gue juga tau sampe sekarang lo masih cinta berat kan sama Sita" ledek Todi.

"Rese lo. Kalo dah bosen sama Sita, mending lo tinggalin aja deh. Kasian tau dia, dah ga lo peduliin lagi" ujar Fikri dengan nada agak tinggi.

"Ya udah ntar gue tanyain dia kenapa. Oke. Sekarang please jangan ganggu selera makan gue. Gue ga makan tau dari semalem" tukas Todi.


****


"Hai sayang..." sapa Todi pada Sita saat mereka bertemu dihalaman parkir kampus.

Sita menoleh dengan kaget mendengar suara itu. Langsung ditariknya tangan Todi ke tempat yang agak sepi.

"Aku hamil nih Tod. Kamu harus bertanggung jawab. Seperti janji kamu waktu itu. Kamu harus nikahin aku" tukas Sita dengan nada mengancam sambil menengok ke kiri dan kanan. Khawatir ada yang dengar pembicaraan mereka.

"Hah? Hamil? Koq bisa? Bukannya waktu itu kita pake pengaman? Koq bisa hamil?" tanya Todi. Jelas terlihat bahwa dia kaget bukan kepalang dengan pengakuan Sita itu.

"Ya aku juga ga tau. Yang pasti kamu harus nikahan aku secepatnya. Aku ga mau banyak orang yang tau. Kasian orangtuaku yang udah banting tulang biar aku bisa kuliah" ujar Sita dengan suara lirih.

"Ya udah ntar aku pikir-pikir dulu ya. Aku juga kan ga tau apa orangtuaku setuju aku nikah di usia muda begini. Kamu juga kan tau kuliahku belom selesai. Aku belom kerja. Cita-cita aku jadi Insinyur aja belom kesampean" tukas Todi dengan wajah bingung.

"Emangnya kamu pikir kuliahku udah selesai? Kamu lupa ya aku kan adek kelas kamu 2 tingkat. Ayo kita minta izin orangtuamu bareng-bareng, bisa via webcam kan, pasti direstuin deh sama mereka" ajak Sita

"Eh.. eh.. ga usah.. ga usah.. biar aku aja yang bilang sendiri. Nanti baru aku kabarin kamu kalo ortu aku setuju" jawab Todi dengan suara gugup seolah ingin menghindar dari tanggung jawab itu.

"Kamu serius?" tanya Sita belum yakin dengan jawaban Todi.

"Iiyy.. iya.." jawab Todi masih dengan gugup.

"Oke. Aku tunggu kabar secepatnya ya. Sebelum ada orang lain yang tau. Aku pulang dulu yah" ujar Sita sambil meninggalkan Todi yang masih mematung disana.


****


Lama Sita menanti kabar dari Todi, tapi kabar yang dinanti tak kunjung datang. Todi pun seolah menghindari Sita tiap kali mereka berpapasan entah itu dikoridor kampus, dikantin, dihalaman parkir atau ditempat yang lain. Bahkan sudah beberapa hari ini Todi tak pernah kelihatan lagi dikampus. Sementara kandungan Sita telah menginjak bulan kedua. Mual-mual layaknya wanita hamil pun masih setia menemani Sita dipagi hari. Hingga sempat membuat sang ibu curiga. Tapi Sita hanya menjawab bahwa ia masuk angin karna terlalu sering begadang mengerjakan tugas kampus.

Bosan menanti akhirnya Sita menemui Fikri untuk menanyakan kabar Todi. Sita pun melangkahkan kakinya menuju sekretariat Rohis, tempat Fikri biasa nongkrong bila tak ada kuliah.

"Fik... kamu tau ga Todi kemana ya akhir-akhir ini, koq ga pernah kelihatan lagi dikampus" tanya Sita dengan wajah lesu.

"Ga tau tuh dah hampir seminggu dia ga nongol dikampus. Kenapa emangnya Sit?" yang ditanya malah balik bertanya.

"Hmm... aku ada perlu nih sama Todi" jawab Sita

"Kenapa ga kerumahnya aja Sit, kalo emang penting" tukas Fikri

"Kamu yakin dia ada dirumah?" tanya Sita

"Ya belom tentu sih. Emang ada apa sih, kalo aku boleh tau" tanya Fikri kembali

"Ehmmm..." Sita terlihat ragu

"Aku hamil Fik..." seru Sita dengan suara yang hampir tak terdengar

"Masya Allah... sudah sebegitu jauhnya hubungan kalian. Terus Todi dah tau? Apa tanggapan dia? Dia mau bertanggung jawab?" pertanyaan Fikri kembali datang bertubi-tubi.

"Todi udah tau, tapi dia masih belom mau nikahin aku. Aku khawatir orangtuaku tau. Aku ga tega liat kekecewaan diwajah mereka" jawab Sita dengan wajah lesu tertunduk.

"Oke deh. Kamu tenang aja ya. Aku akan berusaha bantu. Todi harus mempertanggung jawabkan perbuatannya" tukas Fikri dengan lengan terkepal.


****


"Lo harus bertanggung jawab Tod. Lo ga bisa lari begitu aja. Sita sekarang mengandung anak lo. Jadi itu ya yang bikin lo menghindar terus dari Sita" serang Fikri setibanya dirumah Todi. Beruntung orangtua Todi sedang berada di Luar Negeri, maklum Todi dari keluarga yang berada, jadi tidak ada yang mendengar perkataan Fikri yang keras itu.

"Lo kan tau Fik kuliah gue belom selesai. Ortu gue pasti ga bakal ngijinin gue nikah sekarang ini, ortu gue pengen gue jadi Insinyur. Gue sendiri kan ga punya kerjaan, mana bisa gue kasih nafkah ke Sita nantinya" jawab Todi dengan lemah.

"Jadi lo nolak untuk nikahin Sita? Pengecut lo Tod. Ga nyangka gue kalo temen gue ini ternyata pengecut yang ga berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Kalo ga mau bertanggung jawab kenapa lo masih berbuat itu juga? Hah? Lo ga mikirin nasib Sita ke depannya? Nasib anak lo?" bentak Fikri sambil menarik leher baju Todi. Ga percaya sahabatnya itu tega terhadap Sita, gadis yang dicintainya.

Todi hanya diam seribu bahasa. Diamnya Todi menambah gemas Fikri.

"Lo kan punya adek perempuan Tod, apa lo mau adek lo diperlakukan seperti itu sama orang? Coba lo bayangin seandainya adek lo yang mengalami hal itu, bagaimana perasaan lo? Gue yakin lo ga bakal diam aja. Iya kan?" ujar Fikri masih dengan nada tinggi.

Melihat Todi masih bertahan dengan diamnya, akhirnya Fikri menyerah. Dengan tergesa Fikri melangkahkan kaki ke arah pintu. Belum sempat mencapai pintu keluar, ditolehkan kembali kepalanya ke arah Todi.

"Coba lo bayangin seandainya adek lo yang mengalami itu. Apa yang akan lo lakukan. Seperti itu juga yang akan dilakukan keluarga Sita nantinya. Ingat pesan gue ini Tod" tukas Fikri. Dan ia kembali meneruskan langkahnya keluar dari rumah Todi.

Sepeninggal Fikri, Todi memikirkan kata-kata Fikri. Mencoba membayangkan jika hal itu benar-benar menimpa adik perempuan satu-satunya. Dan entah mengapa dadanya terasa panas. Dia merasa bahwa jika hal itu terjadi pada adiknya, maka tugasnya lah untuk membawa pria yang telah menghamili adiknya ke hadapan orangtuanya. Meminta pertanggung jawaban pria itu.

Setelah itu dia seperti disadarkan, bahwa dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya pada Sita. Dia tak ingin Allah menimpakan kejadian yang serupa pada adiknya bila ia mengelak dari tanggung jawabnya. Akhirnya diputuskanlah untuk menuju rumah Sita saat itu juga.

Kencang dilarikannya motor gedenya di jalan raya. Dia hanya ingin tiba secepatnya dirumah Sita. Bertemu dengan orangtuanya dan mengakui semua perbuatannya. Bila perlu dia akan melamar Sita saat itu juga pada orangtuanya.

Dibalik semua rencana manusia, Tuhan lah yang Maha Menentukan. Tiba-tiba dari arah yang berlawanan, muncul sebuah truk yang melaju kencang ke arahnya. Sopir truk panik dan menginjak rem kuat-kuat, namun trus tersebut tetap melaju kencang. Ternyata remnya blong.

Todi tak dapat menghindar dari kecelakaan itu. Tubuhnya terpelanting 5 meter ke depan. Kepala yang tak sempat dilindungi helm itu membentur aspal dengan keras. Dan mengucurkan banyak darah. Todi pun tak sadarkan diri.


****


Tergopoh-gopoh Sita menuju Rumah Sakit setelah mendapat telpon dari adiknya Todi bahwa kakaknya sedang kritis di ruang ICU. Saking terburu-burunya, hampir saja ia menabrak Fikri.

"Gimana kondisi Todi, Fik?" tanya Sita dengan wajah cemas.

"Masih ditangani dokter didalam Sit" jawab Fikri dengan lemah.

"Apa kondisinya parah?" tanya Sita kembali.

"Kata dokter dia kehilangan banyak darah. Aku mau mencari donor darah ke PMI. Kondisi Todi memang sangat kritis. Orangtuanya baru akan tiba besok pagi dari Los Angeles" jawab Fikri sambil menatap wajah Sita.

"Ya Tuhan... cobaan apalagi ini..." desis Sita pelan.


****


Waktu seakan berlalu dengan lambat. Menit demi menit terasa menyiksa. Dokter tak kunjung keluar dari ruang ICU. Beruntung Fikri mendapat donor 3 kantung darah.

Satu jam, dua jam, tiga jam berlalu... Namun belum ada tanda-tanda dokter akan segera keluar menemui mereka. Waktu kini sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kegelisahan dan kecemasan masih menggantung dilangit-langit.

Lima belas menit kemudian akhirnya dokter keluar juga dengan peluh membanjir diwajahnya. Tergesa mereka mendekati sang dokter dan menanyakan kondisi Todi.

"Bagaimana keadaan Todi dok?" tanya Fikri dengan wajah cemas.

"Apa keluarganya ada?" sang dokter malah bertanya kembali.

"Orangtuanya masih diperjalanan dari Los Angeles. Kemungkinan akan tiba besok pagi" jawab Fikri.

"Pasien sudah kehilangan banyak darah. Kepalanya pun mengalami benturan yang keras. Kondisinya benar-benar sulit diprediksi. Tak tahu apa pasien mampu bertahan hingga orangtuanya tiba disini. Tapi kami akan tetap mengusahakan yang terbaik. Kita hanya bisa meminta pertolongan dari Yang Maha Kuasa" tukas sang dokter dan kemudian berlalu.

Tak lama perawat keluar memberitahu bahwa Todi sudah siuman dan ingin bertemu dengan mereka, Sita dan Fikri.

Setelah mengenakan seragam khusus untuk ruang ICU, Sita dan Fikri pun menemui Todi yang terbaring lemah diranjang. Peralatan medis hampir menempel di semua bagian tubuhnya. Mencoba membantu Todi bertahan hidup.

Dengan suara pelan dan dipaksakan Todi mencoba membuka mulutnya.

"Maafkan aku... Sita... Aku... tak bermaksud... menyakitimu... Aku pun... tak bermaksud... lari dari tanggung... jawab... saat itu aku... sedang menuju... ke... rumahmu... untuk melamarmu... pada... orangtua... mu... tap... tapi... truk... itu... tiba-tiba muncul... dan aku tak... sempat... menghindar..." terbata-bata Todi mengeluarkan kata-kata dari kerongkongannya.

Sita hanya dapat menangis mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Todi.

"Sudahlah Tod, jangan mikir apa-apa dulu. Pikirkan aja kesehatan lo. Lo harus sembuh. Agar lo dapat membahagiakan Sita" ujar Fikri.

"Tapi... gue... merasa hidup... gue ga... lama... lagi... Fik... Karna itu... gue... mau... minta tolong... sama... lo... Fik..." kata Todi kemudian.

"Mo minta tolong apa Tod?" tanya Fikri.

"Gue... minta tolong... lo jagain... Sita... Lo... harus... bahagiain Sita... Gue... percaya lo... bisa... jadi... suami yang... baik untuk... Sita..." tukas Todi.

"Maksudnya lo minta gue nikahin Sita?" tanya Fikri kaget.

"Iyy... Iyya... Lo mau... kan Fik..?' pinta Todi.

Sita dan Fikri bertukar pandangan mendengar permintaan Todi. Tapi tak ada yang mengucapkan sepatah kata pun.

"Please... Fik... ini... permintaan... terakhir... gue... anggap aja... ini wasiat... gue... karna gue... ga... mau... Sita menderita... dan bayi itu... harus punya... ayah... Lo harus... janji sama gue... kalo lo... mau... memenu...hi... permintaan... gue... ini..." pinta Todi dengan wajah yang sangat memelas.

"Sita... kamu... juga... mau... kan... memenuhi... permintaanku ini... untuk... me... menikah... dengan Fik... Fikri... Dia... sudah lama... mencintaimu Sit... jauh... lebih... dulu... dari... ak... aku..." pinta Todi pada Sita juga.

Sita dan Fikri tak dapat menjawab. Hanya pikiran mereka yang dipenuhi banyak hal.

"Aaahhhh..." erang Todi kesakitan.

Dengan panik Fikri memanggil perawat.

"Denyut nadinya semakin lemah. Nafasnya pun sesak" terang perawat sambil berlari menuju ruangan dokter.

"Todi... kamu harus bertahan... kamu harus sembuh... Bagaimana dengan aku... Bagaimana dengan bayi kita..." ujar Sita panik dengan airmata yang semakin deras.

"Karna... itu... aku... min... minta... kalian... ber... berjanji... akan me... me... memenuhi... permintaanku..." ulang Todi sekali lagi.

"Oke. Aku janji Tod. Aku akan nikahi Sita..." ujar Fikri akhirnya.

"Terima kasih... lo... emang... sahabat... gue... yang... terbaik... gue... ya.. yakin... lo... akan... jadi suami... yang baik... untuk Si... Sita..." jawab Todi dengan senyum dibibir.

Tiba-tiba Todi tak bergerak lagi. Denyut nadinya di monitor pun berubah menjadi garis lurus.

"Todii...." teriak Sita.

"Dokter... Dokter..." Fikri berlari menghambur keluar ruangan.

Bagaimana kisah selanjutnya?? Maukah orangtua Sita menerima lamaran Fikri? Bagaimana pula reaksi orangtua Fikri? Akankah Sita dan Fikri menikah demi memenuhi janji mereka pada Todi? Baca kisah selanjutnya 'Aku ingin menjadi pendampingmu (part 2)' yang akan dilanjutkan oleh mba Henny Yaricaprestya di blognya.

Artikel ini diikutsertakan dalam Pagelaran Kecubung 3 Warna di newblogcamp.com



Nb. Cerita ini dipersembahkan oleh "Cerita Bunda" didedikasikan untuk para Orang Tua, Pemuka Agama, Pemimpin Bangsa, Pendidik, Muda Mudi, para Blogger, dan seluruh masyarakat pada umumnya: Jagalah anak, umat, rakyat, siswa siswi, diri kita sendiri serta masyarakat; Jauhilah pergaulan bebas karena akan meruntuhkan masa depan kita dan masa depan bangsa ini; Dukung SEO positif.

21 komentar:

Hennyyarica mengatakan...

semoga menaaaaaaang!!! (amiin..)
kayaknya kita yang paling terakhir daftar nih mbak. hahaha

DewiFatma mengatakan...

hai..hai.. kita saingaaaannn..!!
Tapi kami blom publish, nunggu perintah komandan pasukan :)

Moga menang yah?
*nggak yakin doanya ikhlas :D *

puteriamirillis mengatakan...

alhamdullillah akhirnya publish...^^

Nia mengatakan...

hai....masih ada kami dibelakang cerita bunda hehehe...

masih ada yg belum daftar koq...groupnya mbak lidya, bundit sama mbak susi

Nchie mengatakan...

mengerikan kisahnya sita dan todi,akibat pergaulan bebas..
renungan buat ortu nih..

sukses di kontesnya pakdhe ya,moga menang bunda..
*langsung terbang penasaran lanjutannya*

NECKY mengatakan...

wah keren banget nih ceritanya.... langsung menuju tkp untuk baca jilid ke 2 nya ah....

Shohibul Kecubung 3 Warna mengatakan...

Terima kasih atas partisipasi sahabat.
Saya akan melanjutkan perjalanan ke kisah selanjutnya
Daftar seluruh peserta dapat dilihat di page Daftar Peserta Kecubung 3 Warna
di newblogcamp.com
Salam hangat dari Markas BlogCamp Group - Surabaya

ais ariani mengatakan...

baca nya kebalik dari tempatnya mbak puteri duluan. hehehehhee. sukses buat kontesnya. dan ini ceritanya deket banget sama kehidupan sehari-hari gitu kan
:)

miwwa mengatakan...

Dari blognya Mba Henny mampir kesini. Pengen segera baca kelanjutannya!! Semoga sukses ya ceritanya bagus banget! :))

Zulfadhli's Family mengatakan...

maap Bund kemaren dah mampir tapi belom sempet komen. Gw dah baca ketiga cerbungnya. Mantaaafff. Yuks ah sama 2 saling mendoakan supaya bisa menggasak duitnya Pakdhe :-)

Gudlak Mbakyu

bayu hidayat mengatakan...

wih ceritanya bagus banget. ceritanya ngak ketebak. awal nya mau tebak eh salah. asik.

mauna mengatakan...

Semoga menang... . Salam sukses... :D

Anonim mengatakan...

smoga sukses ya jeng!

*hebat euy! bisa nulis sepanjang ini!!

juri kecub 2 mengatakan...

benar-benar cerita yang tidak bisa ditebak, saya sangat menikmati ceritanya. Memang pergaulan akan membentuk karakter dan kelakuan, namun humuk alam, sebab akibat pasti akan berlaku sebagaimana mestinya.
Cerita sudah dicatat dalam buku besar juri, terima kasih

Susi Susindra mengatakan...

Keren!
langusng ke tekape kedua.
Sukses ya mbak di pagelaran K3W.

Juri Kecub 3 mengatakan...

Hendaknlah selalu berpikir sebelum bertindak. Karena manusia berencana, Tuhan lah penentunya.

Kisah telah disimpan dalam memori untuk dinilai.
Salam hangat selalu.

JURI KECUP 1 mengatakan...

Cinta seringkali membuat kita terlena dan membuat yang dilarang malah terasa menggoda, hingga halal kan segalanya.. penyesalanpun sudah tidak ada guna. semoga anak2 kita terhindar dari pergaulan bebas dan dapat menjaga diri dengan baik

sip, walaupun agak terlambat, Juri Kecub datang,, untuk mengecup karya para peserta,, mencatat di buku besar,, semoga dapat mengambil hikmah setiap karya dan menyebarkannya pada semua…

sukses peserta kecubung 3 warna.. :)

Orin mengatakan...

Seruuu... lanjut ke bagian berikutnya.
Sukses ya mba, rival nih kita hihihi...

puteriamirillis mengatakan...

kangen mbak errin...^^

Elsa mengatakan...

waaah sudah dipublish

hari ini aku mau hunting cerbung aaaaaah.....

berkeliling kecubung cubung!

Allisa Yustica Krones mengatakan...

Aku sudah baca bun ceritanya sampe tamat. Ceritanya bagus! Sukses yaaa!!

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...